Mukadimah

Ini adalah kamar pribadi, tempat bergumulnya kegelisahan, cinta, tanya, ketegaran, kesunyian, harapan, pencarian, dan impian. Pergumulan yang mendekap kata-kata dalam baris-baris puisi. Kamar ini adalah kamar pribadi, segala isinya adalah milik sang pemilik. Mintalah izin dan kita pun dapat berbagi.

Salam,

Risza Setiawan

Tuesday, April 28, 2009

Temanku Mata Terluka


Di dalam rintik
ada langkahmu berlari
bersama luka pedih berkecipak
dicerca guntur dimaki beliung

matamu terhantam pada genangan
jeritmu berkarat dipendam masa

gelegar itu masih mengguruh
derai itu masih tangis

adakah luka lagi
tak terekam di matamu
sendiri

Wednesday, December 17, 2008

Aku Tak Tahu


DI MANA KAU SEMBUNYIKAN HATIMU

aku tak pernah tahu
milik siapa sebenarnya lagu ini
hanya ingin menyenandungkannya
kembali
bersama derai hujan
yang mendongengkan kisah kisah
pengembaraan
yang jauh,
lalu di sini
aku tertegun
terpaku pada sepi yang entah
menelanjangi, membuka dengan hati hati
helai
demi helai rahasia
yang bersembunyi
hingga tak lagi ada batas bagi hujan
dan kulitku yang membasah

tapi aku masih tak tahu
milik siapa sebenarnya lagu ini.



Tuesday, September 23, 2008

Tusiyah


dunia gemetar di tangan sendiri
menelanjangi satu satu senyummu
yang diurai waktu. masihkah aku ingat mata
itu?
benda yang begitu rahasia memendam tiap rona
dari genggaman yang kerap kurindukan,
di sela tirai tirai jendela, berharap
saja kau lintas
dan tenangkan gemuruh ombak pasang yang
berlomba-lomba
di pantai sunyi di sudut dada ini
di sudut yang paling tersembunyi
hingga banyak prosa tersimpan, terdiam dan
terlupakan dengan begitu ikhlasnya.
o tusiyah, jangan nyala demi aku
sungguh
walau terang kurindukan tapi
bukan kucari untuk kehilangan.
biar saja aku
tetap di balik tirai
sambil mencoba selami rahasia
di matamu
yang
jauh.

Tuesday, August 26, 2008

Aku Bersekutu dengan Rindu


Aku bersekutu dengan rindu

hingga di sisi ranjangpun kuterima

segala siksanya seperti laut

yang berserah pada sungai yang memuarainya.

Mungkin saja rindu akan menyesatkanku

pada labirin-labirin sunyi

tanpa petunjuk.

Mungkin pula rindu yang akan

menyerahkanku pada kertas-kertas

yang tersobek dari sebuah peta perjalanan.

Tapi sungguh,

hanya rindu yang sudi menemaniku

mencari alamatmu.

Friday, August 15, 2008

Menyaksikan Hujan


Senyum hujan
penantian hujan
rindu yang menghujan
hingga malam menyeluruh mereguk hujan.

“Aku duka mendekap lara
Aku luka kian jumawa.”

Menari, kuingin kau menari
agar merah tak lagi darah
Bernyanyi, teruslah bernyanyi
agar putih tak lagi nanah.

Aku mabuk tersungkur di matamu,
mari bercinta!

Benarkah Pencarian Itu?


DI MANA KAU SEMBUNYIKAN HATIMU

diakah kembara itu yang
merayu angin di tangannya
yang menangis oleh batu-batu zaman?
tak ingin kurayu ia dengan
lumuran kenangan yang
begitu mengikat
meski ingin kunikahi dan
kubawa dalam kamarku yang
kumuh benderang oleh debu rinduku pada deretan malam
yang ungu
benarkah itu dia
yang kucari dalam tiap dongeng
dongeng yang setia mengenalkanku
pada mimpi yang menggebu?
benarkah itu dia
yang kurindu dalam derita
rerantingan kayu yang lindap terpaku
pada kabut yang jatuh?

benarkah itu dia?

atau kau?


Thursday, August 14, 2008

Menyuap Resah


lalu,
di manakah embun itu singgah
ketika dengan sayup sepi
meninggalkan kita,
meninggalkan kita dengan pertikaian-
pertikaian yang tersisa dari mimpi tadi malam
tanpa kita sadari begitu sigapnya ia sisakan
sederet keresahan yang dengan terlalu tenang mengendap
lalu kita suap perlahan-lahan dipagi hari
sebagai sebuah sarapan
lalu,
di manakah embun itu singgah
ketika aku lupa bahwa aku
pernah menyuap
satu demi satu resah?