Mukadimah

Ini adalah kamar pribadi, tempat bergumulnya kegelisahan, cinta, tanya, ketegaran, kesunyian, harapan, pencarian, dan impian. Pergumulan yang mendekap kata-kata dalam baris-baris puisi. Kamar ini adalah kamar pribadi, segala isinya adalah milik sang pemilik. Mintalah izin dan kita pun dapat berbagi.

Salam,

Risza Setiawan

Wednesday, December 17, 2008

Aku Tak Tahu


DI MANA KAU SEMBUNYIKAN HATIMU

aku tak pernah tahu
milik siapa sebenarnya lagu ini
hanya ingin menyenandungkannya
kembali
bersama derai hujan
yang mendongengkan kisah kisah
pengembaraan
yang jauh,
lalu di sini
aku tertegun
terpaku pada sepi yang entah
menelanjangi, membuka dengan hati hati
helai
demi helai rahasia
yang bersembunyi
hingga tak lagi ada batas bagi hujan
dan kulitku yang membasah

tapi aku masih tak tahu
milik siapa sebenarnya lagu ini.



Tuesday, September 23, 2008

Tusiyah


dunia gemetar di tangan sendiri
menelanjangi satu satu senyummu
yang diurai waktu. masihkah aku ingat mata
itu?
benda yang begitu rahasia memendam tiap rona
dari genggaman yang kerap kurindukan,
di sela tirai tirai jendela, berharap
saja kau lintas
dan tenangkan gemuruh ombak pasang yang
berlomba-lomba
di pantai sunyi di sudut dada ini
di sudut yang paling tersembunyi
hingga banyak prosa tersimpan, terdiam dan
terlupakan dengan begitu ikhlasnya.
o tusiyah, jangan nyala demi aku
sungguh
walau terang kurindukan tapi
bukan kucari untuk kehilangan.
biar saja aku
tetap di balik tirai
sambil mencoba selami rahasia
di matamu
yang
jauh.

Tuesday, August 26, 2008

Aku Bersekutu dengan Rindu


Aku bersekutu dengan rindu

hingga di sisi ranjangpun kuterima

segala siksanya seperti laut

yang berserah pada sungai yang memuarainya.

Mungkin saja rindu akan menyesatkanku

pada labirin-labirin sunyi

tanpa petunjuk.

Mungkin pula rindu yang akan

menyerahkanku pada kertas-kertas

yang tersobek dari sebuah peta perjalanan.

Tapi sungguh,

hanya rindu yang sudi menemaniku

mencari alamatmu.

Friday, August 15, 2008

Menyaksikan Hujan


Senyum hujan
penantian hujan
rindu yang menghujan
hingga malam menyeluruh mereguk hujan.

“Aku duka mendekap lara
Aku luka kian jumawa.”

Menari, kuingin kau menari
agar merah tak lagi darah
Bernyanyi, teruslah bernyanyi
agar putih tak lagi nanah.

Aku mabuk tersungkur di matamu,
mari bercinta!

Benarkah Pencarian Itu?


DI MANA KAU SEMBUNYIKAN HATIMU

diakah kembara itu yang
merayu angin di tangannya
yang menangis oleh batu-batu zaman?
tak ingin kurayu ia dengan
lumuran kenangan yang
begitu mengikat
meski ingin kunikahi dan
kubawa dalam kamarku yang
kumuh benderang oleh debu rinduku pada deretan malam
yang ungu
benarkah itu dia
yang kucari dalam tiap dongeng
dongeng yang setia mengenalkanku
pada mimpi yang menggebu?
benarkah itu dia
yang kurindu dalam derita
rerantingan kayu yang lindap terpaku
pada kabut yang jatuh?

benarkah itu dia?

atau kau?


Thursday, August 14, 2008

Menyuap Resah


lalu,
di manakah embun itu singgah
ketika dengan sayup sepi
meninggalkan kita,
meninggalkan kita dengan pertikaian-
pertikaian yang tersisa dari mimpi tadi malam
tanpa kita sadari begitu sigapnya ia sisakan
sederet keresahan yang dengan terlalu tenang mengendap
lalu kita suap perlahan-lahan dipagi hari
sebagai sebuah sarapan
lalu,
di manakah embun itu singgah
ketika aku lupa bahwa aku
pernah menyuap
satu demi satu resah?

Tuesday, August 12, 2008

Kutukan Efrosina


Waktu makin murung
tua oleh masehi-masehi yang berlari
seperti cahaya barat yang tinggal sepenggalan,


Masih saja aku meringkuk di bawah jendela
menanti malam yang mewabah.
Tapi Efrosina seperti khianat
pada debu kamar dan buku-buku tua,


Matanya itu aku lupa
dan akhirnya gila
bersama kutuk yang terpenjara di sana.


Monday, August 11, 2008

Kerinduan


bila,
kerinduan adalah rerantingan
tak mesti patah
abadi dijenguk kesunyian
burung-burung malam yang iba
pada separuhan bulan
yang begitu sabar
merangkaki kelam
seperti sebuah penantian
yang tak pernah usai dan terus
berulang

kerinduan
seperti penantian yang sejatinya
adalah penantian

di selimut kabut hati
tak mau usai ditikam pagi.

Ingin Pulang


aku ingin pulang
ke arah di mana aku datang

sudah menaksir jalan
meningkahi kesenyapan
yang timbuni gejolak merasai
bulir-bulir yang dirayu malam

biar di rumah saja
kunikmati kesendirian

aku ingin pulang

dari mana aku datang?

Friday, August 8, 2008

Menanti


ketika musik itu karam menjelmakah
prosa dari celah deretan
gigi-gigimu yang putih ? sementara
rumput masih bergoyang dan di antaranya
begitu khusuk menerima bab demi bab
perjalanan prosesi kematian yang abadi.
selebihnya bertahan untuk meresapi arti
tegar dan kerendahan.
masihkah dari celah deretan
gigi-gigimu yang putih, kudengar lagi
prosa berlari mencari sarang, bertahan
pada lindap kesunyian yang paling hakiki
di bumi.

Di Pintu Kelas


kurengkuh anganmu tentang
manisnya dunia kecil
yang suatu saat ketika angin
berpulang kembali
kau sebut itu masa lalu,
dan di waktu itu begitu mau aku
kau ingat pernah kusapa
dengan kedekatan yang tak ingin
kujadikan imitasi
"selamat pagi".

Di mana Kau Sembunyikan Hatimu?


DI MANA KAU SEMBUNYIKAN HATIMU

salju itu mencair
di dataran pipimu yang bagus
dengan begitu santun menyembunyikan
cahaya di matamu
yang sering menidurkan waktu
ketika hujan jadi logam
mengisi cawan retak di halaman paling
kutub dari diriku.
tahukah kau, ketika pagi
begitu manja bergelayut di pundak matahari
begitu inginnya aku menyeruput secangkir kopi
yang kau hidang dengan ketulusan hati
seorang wanita, kerap menjelma
jadi berepisode-episode mimpi indah
yang dengan gemetar kunikmati seorang diri
ketika matapun
masih berkeras terjaga. sungguh,
penantianku pada musim berbunga
begitu panjang dan berliku,
lalu
di mana kau sembunyikan hatimu?